Postingan

Bangkit Untuk Kehidupan Lebih Baik

Kegagalan, kesulitan, keterpurukan adalah sesuatu yang manusiawi terjadi dalam kehidupan. Seperti ini lah dunia. Segala sesuatunya tidak akan selalu bisa berjalan baik-baik saja. Tidak selalu menyenangkan dan sesuai harapan. Hampir setiap orang pasti (pernah) merasakan. Hanya ia yang yakin dan percaya pada Sang Penciptanya lah yang tetap akan memilih untuk bersabar, bertahan dan berupaya bangkit . Sebab ia paham bahwa pasti akan ada kemudahan dibalik kesulitan.  Kegagalan. Bagi saya pribadi ini sudah sangat sering saya rasakan. Sejauh ini kegagalan terbesar saya adalah pada awal memasuki usia dewasa. Saat masa awal berlatih hidup mandiri di tanah rantau. Saya kerap merasa menjadi seorang yang gagal. Disaat keputusan yang saya ambil tidak mampu saya imbangi dengan komitmen dan keseriusan untuk menjalankannya. Banyak hal terasa membingungkan. Beberapa tugas dan pekerjaan terbengkalai tak terselesaikan. Pernah sampai membuat kepala ini terasa berat sekali. Rumit ibarat benang kusut. Soaln

Kehilangan, antara ketakutan dan kenyataan

Semasa kecil dulu saya kerap dirundung perasaan takut kehilangan . Takut kehilangan orang terkasih dan teristimewa dalam kehidupan saya. Orang yang telah banyak berjasa melahirkan dan membesarkan saya, siapa lagi kalau bukan bapak dan ibu. Ini terjadi lantaran saya yang teramat mengasihi dan mencintai mereka, dan masih sangat bergantung banyak terhadap mereka. Bertahun-tahun yang lalu, saya dan keluarga pernah berada di masa sulit tatkala ibu  mendapat ujian sakit. Ada beberapa penyakit yang bersarang di tubuh ibu. Banyak ikhtiar yang coba dilakukan. Mulai rawat jalan, rawat inap di rumah sakit hingga pengobatan alternatif. Beberapa kali ibu sempat berada pada kondisi yang sangat lemah tidak berdaya. Disaat seperti itu selalu ada perasaan takut kehilangan yang begitu menyergap. Tiada hal yang mampu saya perbuat, selain hanya berdoa memohon kepada-Nya untuk kesembuhan ibu. Bapak sebagai tulang punggung, betapa teramat besar kerja kerasnya. Bekerja pagi hingga malam untuk menjalankan t

Kenapa Harus Berdaya Berkarya

Semenjak menikah, berumah tangga, dan memiliki anak saya memang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Melakukan segenap pekerjaan rumah dan mengurus anak. Meski demikian tidak melulu seputar dua hal itu saja. Selalu ada dorongan kuat dalam diri untuk bisa melakukan "sesuatu." Selalu ada keinginan untuk berdaya, berkarya. Betapa seringkali saya merasa masa lalu yang telah saya lewati memiliki cukup banyak perjuangan, pengorbanan dan kerja keras. Ada tenaga, waktu, pikiran, peluh keringat bahkan cucuran air mata. Saya ingin bisa berdaya, berkarya, seolah untuk membayar itu semua. Dan yang paling utama sebenarnya adalah keinginan untuk bisa menjadi manusia yang lebih berguna. Bukan kah sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi yang lainnya? Sudah jamak kita pahami bersama, bahwa manusia diciptakan oleh Allah adalah untuk mengabdi, beribadah kepada-Nya. Termasuk di dalamnya adalah melaksanakan dakwah. Dalam dakwah kita diposisikan menjadi qo'id (pimpinan dan contoh)

Bersama Lebih Bermakna

Allah telah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini dengan begitu seimbang dan sempurna. Segala apa yang Dia ciptakan tiada yang sia-sia. Selalu ada kebergantungan antara satu dan lainnya. Ada lautan, ada pula daratan. Laut dengan airnya yang ketika mendapat pancaran panas matahari akan membentuk uap air yang kemudian berganti menjadi air hujan. Air hujan jatuh membasahi bumi, meresap ke dalam tanah. Lalu menjadi sumber kehidupan makhluk Allah lainnya. Dan daratan menjadi tempat kehidupan.  Allah menciptakan bapak Adam, manusia pertama. Tak dibiarkan seorang diri. Allah pun memberikannya pasangan seorang perempuan yaitu ibu Hawa. Adam dan Hawa pasangan anak manusia pertama yang dengan kebersamaan mereka itu melahirkan peradaban di muka bumi ini. Dan diri kita bisa berada di muka bumi ini adalah sebab adanya upaya bersama ayah dan ibu kita. Bagi anak-anak, bermain adalah bagian dari dunia mereka. Aktivitas bermain menjadunbagian dari keseharian. Ada banyak sekali corak permainan.

Menjadi Ibu Visioner

Perempuan adalah tiang negara. Jika perempuannya baik, maka baik pula negaranya. Demikian ungkapan  yang sudah sangat familiar kita dengar selama ini. Perempuan memang luar biasa istimewa, hingga pengaruhnya sampai pada level sebuah negara. Perempuan adalah makhluk luar biasa yang pada dirinya Allah sematkan kodrat mengandung, melahirkan dan menyusui. Dari rahimnya akan terlahir generasi penerus masa depan. Besarnya cinta dan tangan dinginnya lah yang akan membentuk bagaimana kualitas generasi di masa depan. Perempuan ketika telah menikah, berumahtangga, dan memiliki anak, peran dan tugasnya menjadi cukup kompleks. Selain harus taat, hormat dan melayani suami, juga berjibaku dengan urusan domestik. Yang paling penting dan utama adalah pelaksana pendidikan dan pengasuhan anak. Sebagai ibu muda yang memilih menjadi ibu penuh waktu, terkadang saya pun merasa lelah. Harapan besar saya begitu menghujam agar kelak di masa depan saya termasuk orangtua yang berhasil dalam mendidik. Biar saja l

Adaptasi Keluarga Baru

Saat ini terhitung sudah empat tahun lebih saya bertempat tinggal di rumah ini. Tinggal satu atap dengan mertua tidak lah selalu mudah. Adakalanya muncul perasaan kurang nyaman. Ketidakcocokan pun ada, terlebih saat dulu di masa awal saya berada disini. Saya  sempat kaget dengan sesuatu yang dianggap biasa disini padahal di keluarga dulu tidak pernah ada. Namun setelah itu saya mencoba memaklumi saja sebab beda keluarga, beda pula budaya dan kebiasaan. Selama bertempat tinggal disini saya berupaya untuk bisa proaktif dengan berbagai pekerjaan rumah, seperti diantaranya: beberes dan menyapu rumah, mencuci piring, mencusi baju, mengosek kamar mandi dan sebagainya. Saya tidak mungkin egois hanya memikirkan diri sendiri. Saya memegang prinsip "bahwa keberadaan saya disini harus lah memberi manfaat." Bergiat nya saya dalam urusan pekerjaan rumah bukan karena saya sungkan. Bukan. Karena saya ingin mengikuti kata hati. Apalagi memang saya juga sudah terbiasa dengan aktivitas keruma

Menulis Bukan Karena Mood

Lima tahun sudah sejak saya memulai bergiat dengan kepenulisan. Masih sangat lekat sekali saat itu melaluu program 30 hari tantangan menulis atau 30 Days Writing Challenge atau disingkat 30 DWC lah saya mulai benar-benar mencoba mengasah skill kepenulisan saya. Saat itu program berjalan untuk yang ketiga kalinya pada Desember 2016.  Lolos tantangan 30 hari jilid 3, saya pun antusias dan bersemangat bergabung di jilid 4 pada Februari 2017. Begitu terasa semangat saya yang kian menyala-nyala. Semangat  untuk bisa menuangkan ide dan gagasan lewat tulisan, semangat berbagi, dan memberi manfaat dan kebaikan bagi yang lainnya (in sya Allah). Saya pun terhitung cukup sering  memberi umpan balik tulisan fighters lainnya dikala sesi feedback. Ketika ada kesempatan memberi materi kepenulisan atau yang disebut KOUF pun saya pun juga ikut serta.  Seringkali secara alami bermunculan ide dan gagasan di kepala saya. Dan sangat ingin saya rangkai dalam kata-kata. Saya pun kerap membagikannya di akun s